Dari situs tempo kami temukan tulisan tentang "Catatan Harian Seorang Demonstran di Mesir, lebih lanjut sumber menulis, Selama 12 hari Mesir bergolak. Puluhan ribu demonstran berkumpul di Tahrir Sqaure menuntut Presiden Mesir Hosni Mubarak turun dari jabatannya.
Seorang demonstran, Nada Ghonaim, 26 tahun, membuat catatan harian. Sarjana seni dan aktivis sosial ini mencatat apa yang dia rasakan selama demonstrasi berlangsung.
Inilah catatan Nada Ghonaim.
25 Januari
Seorang demonstran, Nada Ghonaim, 26 tahun, membuat catatan harian. Sarjana seni dan aktivis sosial ini mencatat apa yang dia rasakan selama demonstrasi berlangsung.
Inilah catatan Nada Ghonaim.
25 Januari
Aku ingin bergabung dengan demonstran anti-pemerintah di Tahrir Square, tapi aku sulit menemukan teman. Mereka takut. Tapi ini saatnya bagi negara kami untuk berubah. Presiden Mubarak telah berkuasa sebelum aku lahir, meski dia berhasil membawa Mesir jauh dari perang, namun korupsi dan kemiskinan tumbuh subur. Pemerintahan ini sudah tidak lagi kompeten. Aku merasakannya sendiri. Beberapa tahun lalu, aku mendapat beasiswa ke Kanada, tapi aku gagal berangkat. Dokumen-dokumen sebagai syarat beasiswa hilang di salah satu gedung pemerintah. Aku kecewa, mereka telah membuat mimpiku hilang. Aku ingin mengatakan sesuatu yang bagus tentang Mubarak, tapi setelah aku berpikiri tidak ada. Aku akhirnya memberanikan diri ke Tahrir Square bersama beberapa teman. Ketika kami sampai, aku tidak percaya, banyak sekali orang di sana. Aku merasa kebebasan telah dimulai.
26 Januari
Lewat situs mikroblogging Twitter, aku mengetahui terjadi kekerasan. Aku pergi ke Tahrir bersama seorang teman, sopir taksi yang kami tumpangi ketakutan. Dia tak berani dekat-dekat dengan pusat demonstrasi. Malam harinya, aku terus menelepon abang-ku, tapi tidak ada jawaban. Seorang teman mengatakan, abang-ku ditahan polisi. Aku tidak ingin orang tua kami tahu. Namun akhirnya aku memberi tahu ayahku. Dia bisa menerima, ayahku seorang tentara yang turun dalam perang Mesir. Dia menghormati orang-orang yang melawan apa yang menjadi haknya. Sekitar pukul 01.00 aku mendapat telepon dari abang-ku, dia sudah dibebaskan. Beruntung dia tidak dipukuli. Ketika sampai di rumah, lewat Twitter, dia menulis, "Aku berhenti mencintaimu Mesir."
27 Januari
Aku membaca koran-koran. Tapi semua berisi omong kosong. Satu koran menyebut demonstran tidak akan mengubah apapun. Hari ini semua telepon seluler mati. Aku terpaksa di rumah. Aku sedih tak bisa bergabung dengan para demonstran.
28 Januari
Hari ini adalah "Hari Kemarahan", hari di saat semua orang menuntut Mubarak untuk turun. Aku khawatir. Tapi orang tua-ku membolehkan aku pergi, aku sangat menghargai mereka memberi kebebasan, tapi aku juga tidak mau gegabah. Ketika aku sampai di Tahrir, gedung-gedung terbakar, penjarah merampas barang-barang di toko. Seorang penjarah aku minta berhenti, dia masih muda dan tampak miskin. Aku membuang sebuah laptop yang dia ambil ke sungai nil. Dia mengatakan kepadaku, "Ini tidak adil, pemerintah telah mencuri dari kami, dan kini saatnya kami mencuri hak kami." Aku mengatakan, "Kami berdemonstrasi agar mendapat pemerintahan yang lebih baik, yang memastikan aku tidak lapar." Sekitar pukul 03.00, jalanan seperti zona perang. Bank diserbu, mesin ATM dihancurkan. Aku pulang.
29 Januari
Para penjarah mulai mendatangi apartemen. Kemarin aku melindungi negara, kini aku melindungi apartemen dan keluargaku. Beberapa orang di jalan menyalahi orang-orang sepertiku, tapi yang salah adalah pemerintah bukan para demonstran.
30 Januari
Aku kembali ke Tahrir Square. Orang tua-ku khawatir. Ayahku berdiri di balkon dengan sepucuk pistol, menghadap penjarah. Dia memberiku pisau lipat untuk berjaga-jaga. Aku tiba di sana jam 2 pagi, atmosfirnya luar biasa, secara emosi aku menangis. Beberapa warga di sekitar mengizinkan para demonstran menggunakan toilet di rumah mereka. Bahkan demonstran perempuan dibolehkan untuk tidur.
31 Januari
Aku masih di Tahrir Square. Jumlah orang yang datang tidak bisa dibayangkan. Aku menawarkan makanan dan rokok buat para tentara, tapi mereka menolak. Rumor yang berkembang, kubu pro-pemerintah menyebarkan isu makanan yang kami berikan beracun.
1 Februari
Massa datang sekitar pukul 7 pagi. Menjelang siang, susah untuk mencari tempat duduk, penuh. Tentara yang berada di Tahrir membagikan kertas toilet, mereka mengatakan, dunia melihat, kita harus menunjukkan masyarakat yang beradab. Aku belum sempat mandi, tapi aku bawa beberapa pakaian. Selama tiga hari terakhir, aku tidak tidur, tidak makan secara teratur. Tapi aku senang, demi kebebasan hak asasi manusia.
2 Februari
Skenario buruk, massa pro-Mubarak menyerang demonstran. Beberapa pria mengendarai kuda dan onta menerjang kerumunan demonstran. Beberapa televisi mengatakan mereka adalah kaum yang kecewa karena tidak bisa bekerja selama beberapa hari akibat demonstrasi. Tapi aku yakin mereka adalah orang bayaran. Ternyata benar, mereka dibayar sekitar 140 ribu per hari. Aneh, kok mereka mau dibayar murah untuk sebuah kekerasan.
3 Februari
Bentrokan terjadi di Tahrir Square. Suara tembakan terdengar sepanjang malam. Tapi aku yakin kami bisa menang. Aku mendapat beberapa teman baru. Kami berbicara selama berjam-jam tentang revolusi.
4 Februari
Kekerasan telah berakhir hari ini. Terima kasih Tuhan. Massa pro-Mubarak meninggalkan Tahrir Square. Omar Suleiman, wakil presiden yang ditunjuk Mubarak terus berbicara di televisi. Sepertinya untuk merespon tuntutan kami. Tapi dia juga militer, seperti Mubarak. Aku tidak ingin militer memerintah negara ini. Aku ingin negara sipil, bukan militer.
5 Februari
Ribuan orang masih memadati Tahrir Square. Mereka tidak akan pulang sampai Mubarak turun. Aku berharap tidak lama lagi. Tapi apapun yang terjadi kini sudah berbeda. Suara kami sudah didengar di seluruh penjuru dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu partisipasinya