"Barangsiapa tidak berniat Shaum sebelum fajar, maka tidak ada Shaum baginya." [Imam Lima]
”Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya untuk meraih kesenangan dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnya adalah kepada apa yang ia hijrahi” (HR Bukhari)
”Niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya” (HR Al-Baihaqi dan Ar-Rabii')
”Manusia dibangkitkan kembali kelak sesuai dengan niat-niat mereka” (HR Muslim)
Sebagaimana arti hadits di atas, niat bermacam-macam. Ada yang niat mengerjakan sesuatu untuk Allah, ada pula untuk yang lain seperti kesenangan dunia seperti pamer, harta, jabatan atau wanita.
a. Niat yang Baik untuk Mendapat Ridho Allah SWT : Niat yang bagus adalah niat untuk mendapat ridho Allah SWT. Atau untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. ”Di antara orang-orang Arab Badwi ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya di jalan Allah untuk mendekatkannya kepada Allah dan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (Zannah)Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [At Taubah:99]
Orang yang berbuat kebaikan hanya untuk mendapat ridho Allah akan mendapat pahala berlipat ganda : ”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (nilai) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [Al Baqarah:261]
”Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhoan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat” [Al Baqarah:265]
Niat kita harus benar-benar tulus hanya untuk Allah. Bukan dengan lainnya :
Allah berfirman “Aku adalah yang paling tidak butuh kepada syarikat, maka barangsiapa yang beramal suatu amalan untuku lantas ia mensyerikatkan amalannya tersebut (juga) kepada selainKu maka Aku berlepas diri darinya dan ia untuk yang dia syarikatkan” (HR. Ibnu Majah , adapun lafal Imam Muslim adalah : aku tinggalkan dia dan kesyirikannya”).
b. Tidak Boleh Niat karena Riya atau Pamer : Sering orang melakukan suatu kebaikan hanya karena riya. Ingin dilihat orang sehingga orang mengatakan bahwa dia adalah dermawan, pahlawan, dan sebagainya. Meski dia tidak mengharapkan imbalan apa-apa kecuali dikenal orang sebagai orang yang baik, dermawan atau philanthropist, Allah mengatakan orang seperti itu sebagai teman setan dan memberikan neraka sebagai balasannya.
”Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya” [An-Nisaa’:38]
Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ ’Uluumuddiin menggambarkan orang yang riya sebagai berikut.
Jika ada orang yang melihatnya, baru dia shalat atau berbuat kebaikan lainnya. Tapi jika tidak ada orang yang melihat, dia tidak mengerjakannya. Orang seperti itu seperti orang yang shalat hanya jika ada budak yang melihatnya di samping rajanya. Tapi begitu budak itu tidak ada, yang tinggal hanya raja, dia bermalas-malasan.
Begitulah sikap orang yang riya terhadap Allah Raja Diraja, Allah yang menguasai Semesta alam. Orang riy macam ini hanya membuat gemas orang saja .... Orang yang menyebut kebaikan yang diperbuatnya, apalagi sampai menyinggung hati orang yang menerima kebaikannya, nilanya hilang tidak berbekas.
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan nilai sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu jadilah dia bersih tidak bertanah. Mereka tidak mendapat apa-apa dari yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” [Al Baqarah:264]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu partisipasinya